Tuesday 15 January 2013

Ketika larangan akhirnya membolehkan

Masih saling pandang, ketika orang terakhir di studio pergi untuk mencari nafkah.
Hening masih menyelimuti. Asap putih rokok mengambang di langit-langit, lenyap tersapu udara dingin dari luar jendela.
Masih dengan jari yang lihai di badan indah gitar itu, aku masih melihat jemari gemulai yang saling mengejar sambil menekan senar.
Jariku tak mau kalah. Sambil mencoba menekan tuts yang tak mau menurut, kupaksa mereka.
Hingga akhirnya dia menaruh belahan jiwanya dan menghampiriku, duduk di sampingku.
"Aku mau tangan kirimu tekan disana. Aku mau coba yang kanan." katamu.
Aku sedikit bingung. Sejak kapan dia mengenal piano?
Tapi jauh di dalam batinku, aku tahu dia memang musisi betulan. Mungkin dia tidak bisa menekan secara benar potongan plastik berwarna putih dan hitam itu, tapi dia tidak tuli.
Kemudian 5 menit 'kedekatan' kita berdua ini membuat hatiku sedikit gemetar. Sudah lama sekali kita tidak duduk berdampingan sedekat ini.
Dan rasanya tidak sampai sebulan, bahwa terucap dia enggan untuk berada di situasi 'intim' seperti ini bersama saya. Bahwa untuk menghormati tambatan hati barunya, yang jelas-jelas teman terdekat saya sendiri.
Dan setelah melewati malam-malam dingin bersuhu 3 derajat, hatiku berucap,

"Toh akhirnya kita berdua juga, kan?"

hanya itu saja. sebuah kenyataan yang diizinkan oleh yang melarang sendiri. Yang tidak berani mengucapkan secara lisan, dan saya membiarkan apa adanya di kotak kecil tempat para seniman berkumpul.
tidak akan ada gunanya toh meminta untuk jauh dari saya. kita tetap akan berdua, kita saling butuh, bahwa roda dari berjalannya kereta yang tengah menanjak ini kita berdua. tidak ada yang lain.
Akhirnya saya berhasil berdua lagi bersama kamu. Satu jam saja, bisa bicara lagi, saling melontar ide, dimana kamu juga mengajari saya perlahan dengan dasar yang begitu dasar. Meski hati saya sangat tidak setuju, tapi percaya lah, kamu satu-satunya yang membuat saya untuk tidak bilang 'tidak'.
Bahwa sejauh ini, saya melakukan hal-hal aneh agar kamu bisa bebas. Saya bernyanyi buat kamu, saya bercinta dengan piano demi kamu, meski akhirnya kamu pilih perempuan yang beda-tipis dengan saya. Alasannya, saya bagian dari nafas dia dan anggota ini. Atau diam-diam, kamu bilang saya terlalu sempurna, dan dia merupakan potongan yang membuat dia sempurna.
Seandainya saja saat itu saya bisa peluk kamu. Mumpung saya dalam keadaan sadar, mumpung tidak ada dia, dan mumpung kita tidak bisa pergi satu sama lain. Hanya pikiran saya saja yang bergerak liar, tanpa mampu menggerakan tangan saya yang ingin sekali menyentuh jarinya.

Tapi... akhirnya kita berdua juga, kan?

2 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. nice blog,

    ga pernah bosen baca blog lu cil.



    - - your friend @jakarta - -

    ReplyDelete