Thursday 11 October 2012

Seems everything what I've done is going to be wasted somewhere.

Ke abu-abuan dalam hidup (jeileh) ngga hanya terjadi dalam kisah cinta aja. Atau di dalam seragam anak-anak SMA di Indonesia. Atau warna kertas koran.
Tapi belakangan ini gue kembali panik, mikir masa depan gue ini mau kemana.

Setelah terombang-ambing dalam masalah jurusan di kampus, gue pun memilih jurusan HI.
Entah lah ke depannya mau jadi apa, gue pokoknya turutin aja. Dengan pegangan, ya gue pengen jadi diplomat. Meski hati kecil gue sendiri, ngga pernah berniat jadi diplomat. Emang dulu pengen, tapi sekarang gamau. Toh di tengah jalan, masa depan yang masih dalam guratan sketsa keinginan hati, masih bisa dihapus dan diganti pola baru.
Dan ternyata ngga hanya sampe situ, seperti kado ulang tahun, ternyata jurusan gue ini banyak sekali kejutannya (padahal ulang taun beneran aja ga pernah ada kejutan hehe).
Karena ga kenal sama sekali sama dunia perkuliahan (dan gue pun kuliahnya telat), gue kaget setengah mampus sama jumlah mata kuliah yang harus gue ambil. Terus cara ambil nilai-nilainya. Sifat dosen, aktivitas kampus, dan petasan-petasan lainnya. Belum lagi pas gue kuliah, gue musti punya 3 hal ini:

1. Konsentrasi penuh atas apa kata si dosen.
Karena si dosen ga ngomong pake bahasa Inggris dan Jepang, otak gua butuh energi 2 kali lipat buat nerjemahin sekaligus mahamin apa kata si dosen. Belon lagi, mata gue harus siap-siap pegel karena saban ari liat kanji semua. Dan gue rasa-rasanya butuh kacamata karena... mata gue pegel beneran.

2. Gaboleh ngantuk.
Gue menerima predikat tukang tidur se-angkatan karena gue hobi banget tidur di kelas selama SMA di Indonesia *angkat wine* *true story*.Jadi demi mengantisipasi sifat buruk gue ini, belakangan gue selalu nyuruh diri gue buat tidur secepet yang gue bisa, dan minum ocha se-sering mungkin (katanya kandungan antioksidannya yang bikin tahan ngantuk ketimbang kopi)--dan akibatnya gue pun jd hobi ke toilet. So far, gue udah 93% ga pernah tidur lagi di kelas (kecuali kalo kuliahnya bener-bener kampret baru ketiduran deh).

3. Gaet temen. Siapapun dia, yang penting temen!
Sebagai foreigner forever alone (gue satu-satunya Indonesian di kampus), banyak temen itu merupakan poin penting. Catatan juga buat the next foreigner students di seluruh Indonesia! (halah). Gua nurutin apa kata bokap, bahwa jangan pernah temenan sama yang sebangsa. Bukan berarti kita blagu atau gimana, demi kelancaran bahasa, sebisa mungkin bekawan lah sama native. Dan sejauh ini, gue lumayan udah ngumpulin banyak temen Jepang beneran, buat bantu-bantu gue dalam ngerjain tugas (bahkan gaperlu bantuan, tugas gua pun dikerjain HAHAHA. Benar-benar Indonesia Attack.) Minimal di setiap matkul, usahakan punya kenalan. Jangan kayak pas semester 1 kemaren. Gue ambil kelas Lingkungan, sendirian, dikelilingin anak-anak mipa, dan musti rela di bully temen sekelompok jepang karena... gue foreigner sendirian dan terpaksa paham bahasa-bahasa gaul ilmu pengetahuan dan selalu jd pembicara di setiap presentasi. kampret. Dan saya bersyukur sekali di semester 2 ini, saya punya temen di setiap matkul :')

Baiklah, sekian tips colongannya.

Kembali ke titel,
gue merasa hidup gue sia-sia. Masih merasa aja.
Apa yang gue kerjakan, kayaknya bertolak belakang sama apa yang selama ini gue punya. Dan merasa ilmu yang gue punya pun lama-kelamaan pupus. Piano, nyanyi, bikin lagu, gambar, otak-atik CSS Code, nulis cerita, rasanya itu semua emang udah jadi bagian dari masa lalu. Masa jaya dan dimana gue hot-hotnya buat ngerjain itu semua pudar.
Gue emang merasakan bahwa gue gapernah menjalani itu dengan serius dulu. Tapi, toh saat udah gede, kita ya emang akan merasakan penyesalan itu. Tapi, yang jadi pertanyaan, kemana aja di pertengahan itu?
Itu adalah missing link. *jreeeng*. Gue, sebenernya ngga suka berkeluh-kesah karena ga punya kesempatan untuk melakukan apa yang gue mau. But I think it was true.
I feel dead here. Secara ga langsung, orang di sekitar gue pun memaksa gue untuk bisa maju, membentuk gue menjadi manusia-manusia pekerja yang sama, dan hidup dalam kemonotonan. Segala ilmu yang gue dapat, yang sebagian besar baru dan ga pernah gue temui, kadang lewat begitu aja di kepala gue. Seperti menemukan oase, gue kadang lebih suka menghabiskan waktu gue di studio band, tempat film, atau di rumah sama laptop. Otak-atik CSS. Dan tiba-tiba, saya merasa salah jurusan...
Dan akhirnya, untuk apa juga dari dulu gue bisa piano kalau ternyata sekarang sama sekali ga kepake, atau bahkan dilirik? Dimana akhirnya orang cuma melihat gue bisa piano, ya sekedar bisa.Hebat.Dikasih tepuk tangan. Ga lebih dari itu.
Padahal gue lebih ingin ikut konser. Kalau taruhannya gue akan pergi kemana-mana, apa bedanya dengan gue kuliah di Jepang? Mending konser bisa kesana-sini, ga kuliah yang cuma mandek di 1 negara sampe botak. Itu, dari persepsi negatif gue.
Toh, akhirnya gue ga mau nuntut apa-apa.

Jadi kalau gue masih dimarahin juga karena ikut band, atau aktifitas yang ada hubungannya sama musik, well go ahead.. I think you know the reason is. And another answer: gue jauh ini. HEHEHEHEHE...

Dan untuk kasus demikian, gue saranin, coba baca Perahu Kertas-nya Dee Lestari deh.
Buku itu cocok untuk dibaca semua kalangan. Dan yakin, setiap orang pasti paham akan isinya yang 'kita banget'.
Bahwa kebahagiaan emang ga dateng sekarang. Mau sesalah jurusan apapun, toh kalau emang ga merasa jodoh, ya gabisa disalahkan si objek penderita (gue/manusia). Sama seperti tokoh Keenan, gue sampe sekarang masih mencari tahu siapa gue. Sebenarnya apa kemampuan gue. Gimana nantinya gue.
Gue emang pengen banget nekat. Tapi gue masih takut sama pertimbangan yang ada. Meski satu sisi hati gue berteriak gue harus kejer apa yang bikin gue sukses, gue masih mau lihat kehidupan gue yang ini.
Semua emang butuh pertimbangan. Postif-Negatif, publik yang menilai. Sejarah yang rekam.
Semua terjadi hari itu aja. Ga akan seumur hidup.

As a human, let's have some fun.
Gue cuma ga mau, semuanya jadi sia-sia. Gue masih merasa ada yang hilang. Tapi apa?

0 comments:

Post a Comment